top of page
bg_edited.jpg
Search
Writer's picturendraa

Ayo Kenal Lebih Dekat dengan Bantex

Updated: Dec 16, 2022

Perjalanan Bantex hingga bisa menjadi besar seperti sekarang tentunya tidak mulus. Banyak tantangan yang harus dihadapi Willianto Ismadi – Komisaris PT Batara Indah (BINO) untuk mengembangkan Bantex dari tahun 80an. Bantex merupakan merek asal Denmark. Dulunya produk-produk Bantex masih diimpor langsung dari Denmark.


Coba tengok meja kerja atau lemari penyimpanan berkas di kantor Anda. Apa merek ordner atau file binder yang ada di sana? Mungkin sebagian besar dari Anda akan menemukan Bantex. Ya, Bantex merupakan salah satu merek yang mendominasi pasar alat tulis dan perlengkapan kantor di Indonesia.

Perusahaan milik orangtua Willianto – PT Gading Murni merupakan salah satu importir dan agen distributor Bantex di Surabaya. Tidak hanya Bantex yang dipasarkan saat itu, ada juga berbagai merek perlengkapan kantor dan alat tulis lainnya. Sebagian besar merek dari Eropa karena cikal bakal perusahaan orangtuanya itu sudah ada dari zaman Belanda.

Ketika Willianto kembali ke Indonesia dari studi pascasarjana di Jerman pada tahun 1977, ia langsung dilibatkan dalam usaha keluarga. Sebagai lulusan arsitek dari Universitas Kaiserslautern – Jerman, Willianto sempat akan bekerja di Singapura dan Malaysia. Namun orangtua Willianto meminta agar dia membantu mengembangkan usaha keluarga.

PT Batara Indah sebagai pemegang lisensi Bantex di Indonesia. "Waktu itu saya bertemu langsung dengan pemilik Bantex dari Denmark, (alm.) Knut Godfredsen. Beliau menawarkan lisensi produksi ke Gading Murni. Saat itu dari gross sales kita bayar royalty fee sekitar 2%," cerita pria kelahiran Surabaya 68 tahun lalu itu.

Maka sejak tahun 1986, PT Batara Indah mulai memproduksi sendiri berbagai produk Bantex. Pabrik pertamanya saat itu berada di Ciluar – Bogor. Willianto langsung dihadapkan dengan tantangan pertamanya yaitu kesulitan mencari bahan baku karton yang memenuhi standar Bantex. Ia pun memutar otak untuk mendapatkan hasil yang baik dengan bahan yang tersedia di Indonesia.

Tantangan kedua adalah produk-produk Bantex saat itu masih sulit diserap pasar. "Konsumsi ordner pada tahun 1985 – 1986 berkisar 7 juta pieces per tahun. Saya berpikir, kira-kira bisa kah kita mendapatkan 5% saja market share ordner. Akhirnya saya coba buat produk-produk baru seperti school binder dan lever arch binder," tutur pria yang sempat menjadi rektor Universitas Widya Kartika – Surabaya periode 2001 – 2009 itu.


66 views0 comments

Commentaires


bottom of page